Daftar Blog Saya

Selasa, 24 Januari 2023

Ternyata Covid-19 juga berdampak Positif

Pandemi Covid-19 telah mewarnai kehidupan dunia selama kurang lebih tiga tahun, tak terkecuali negeri tercinta Indonesia.  Sampai 15 Januari 2023 pantauan corona.jakarta.go.id masih mencatat lebih dari 6.700.000 kasus positif di seantero Indonesia, dengan lebih dari 7000 kasus aktif, lebih dari 6.500.000 yang sembuh dan 160.000 lebih kasus meninggal.

Ketika dampak pandemi terasa benar dimana-mana terutama di kota-kota besar, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pun diambil, dan yang pertama diterapkan pada bulan April 2020. Alhasil, selain kesehatan benar-benar dihajar, ekonomi pun terkapar, sedangkan dunia pendidikan menjadi limbung, dan kehidupan sosial benar-benar terkekang. Satu lagi, dan ini sangat menyakitkan bagi mayoritas masyarakat religious di negeri ini, yaitu pembatasan ibadah. Dampaknya gereja-gereja merana tanpa Jemaah, mesji-mesjid sepi penghuni, sejumlah pura dan vihara terabai, dan kelenteng-kelenteng terkerangkeng. Selanjutnya ketika angka positif covid menurun diterapkanlah kelonggaran untuk melakukan ibadah di rumah ibadah sengan penerapan jaga jarak.

Secara keseluruhan budaya masyarakat pun berubah drastis. Sebagai masyarakat communal yang senang nongkrong bareng, kita tidak bisa lagi lihat sekumpulan orang bergadang di pos ronda sambil main gitar dan nyanyi-nyanyi atau main gaple. Sebagian besar jalan lingkungan dan gang pun malah diportal. Tidak sembarang orang boleh lewat. Tiap ada pendatang melintas, dia akan “diinterogasi”. Semua mencurigai semua. 

Contoh di atas berlaku untuk orang kebanyakan kelompok ekonomi pas-pasan. Untuk kelompok ekonomi langitan, mereka tidak bisa menghabiskan waktu di cafe-cafe, mall-mall, dan pub-pub. Semua tempat itu pun tak luput dari penutupan selama pandemi, walau pun banyak pula yang nakal dengan terus buka. Mungkin karena permintaan tetap ada dan mereka pun tetap butub pemasukan untuk kebutuhan karyawan, dapur, de el el.

Sebelum pandemi, sebagian orang ada yang mempertanyakan dan mempertentangkan burkah karena penggunaan penutup muka itu (untuk perempuan muslim) dianggap menyamarkan tiap individual dan sebagai bentuk penindasan (?) terhadap perempuan. Tapi pada saat pandemi kita tidak bisa mengenali sebagian besar tetangga sendiri karena, selain gang-gang dan jalan-jalan,  wajah mereka pun diportal pula dengan “penangkal virus”  yang harganya sempat tidak masuk akal. Kali ini bukan cuma perempuan, laki-laki pun sama. Malah penggunaanya diwajibkan!

Sementara itu sanitizer menjadi komoditas primaadona yang menggiurkan, sementara sebagian besar komoditas lain pada tiarap. Berapa pun harganya orang akan memaksakan diri membeli barang yang satu ini, selain tentunya masker.

Sebelum pandemi, belajar online sudah dikenal, terutama untuk home schooling dan perkuliahan untuk mahasiswa yang juga karyawan, tapi perguruan tinggi dan sekolah pada umumnya tidak banyak melakukan pembelajaran dengn cara ini. Sebaliknya pada saat pandemi semua proses pendidikan dipaksa dialihkan dari ruang kelas ke dunia maya—tapi tidak sempat diungsikan sampai ke dunia gaib!

Dunia kerja yang dipaksa menutup rapat-rapat kantornya juga idem ditto. Mereka melakukan sebagian besar pekerjaan dengan cara jarak jauh pula walaupun tidak semua pekerjaan bisa dilaksanakan dengan cara ini.

Tapi perubahan yang satu ini, yaitu aktivitas online, berdampak sangat positif. Para karyawan, mahasiswa, sampai guru dan siswa sekolah menjadi melek teknologi. Dan hasilnya  portal-portal seperti Zoom dan G-meet naik daun muda. Bahkan sampai dampak pandemic mulai menurun pun kerja dan pembelajaran jarak jauh terus berlanjut walaupun intensitasnya otomatis menurun.

Bukan hanya dunia kerja dan pendidikan saja, budaya belanja pun beralih dari warung dan toko serta pasar tradisional ke warung, toko dan pasar artifisial. Sebelumnya hanya belanja seperti pakaian dan elektronik saja yang lumrah dilakukan secara online. Tapi pasa saat pandemi, membeli nasi uduk yang biasa dibeli di pengkolan, dan bahan membuat sayur asem, seperti yang dijual di warung  Mpok Mumun untuk makan siang pun, harus dilakukan secara online. Dan hal itu berlanjut sampai saat ini. Untuk meninkmati semangkok seblak atau sekotak martabak saja misalnya hanya dilakukan dengan hanya pencet-pencet HP. Dari awalnya karena terpaksa, sekarang jadi budaya. Ijab kabul jual beli pun dilakukah di perangkat yang sama tanpa ada pertemuan penjual dan pembeli secara langsung.

Dampak positif dari yang terakhir ini adalah semua orang bisa berdagang tanpa harus sewa tempat yang cenderung mahal. Taka da alasan tak bisa berjualan! Pembeli pun bisa membandingkan harga barang di toko yang satu dengan yang lainya dengan mudah tanpa harus mengeluarkan energi yang banyak dan pengeluaran ongkos transportasi pun bisa bernilai nol. Disamping pembeli bisa mendapatkan barang dengan harga murah, waktu pun tak banyak tersita. Sambil bekerja di kantor atau mengerjakan perkerjaan di rumah, belanja pun bisa terlaksana.

Di tahun baru ini, 2023, banyak orang tidak bisa terpisahkan dari penggunaan masker. Walaupaun masker sudah tidak wajib dipakai di tempat-tempat umum terbuka--kecuali  tempat-tempat umum tertutup tertentu yang masih mewajibkan pengunjung mengenakan masker. Ada orang yang merasa tidak nyaman kalau keluar rumah tanpa masker karena sudah terbiasa memakainya.

Jadi ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari pandemi berkepanjangan ini. Dengan memakai masker, kita juga menutup aurat, dan  itu adalah kewajiban dalam Islam. Tak ada ruginya ketika kita menutup aurat. Bahkan itu adalah kebutuhan setiap orang. Menutup aurat adalah sebagai perlindungan preventif. Nafsu memperlihatkan perhiasan bisa lebih dikendalikan, godaan bisa diminimalisir, dan kemungkinan ancaman dari luar pun bisa ditekan.

Selanjutnya, agama mengajarkan kita untuk menjaga jarak dalam pergaulan terutama dalam hungan manusia dengan manusia. Ketika kita bergaul dengan orang yang bukan muhrim, ada beberapa perilaku yang harus dihindari, seperti bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrim. Kalau dengan alasan kesehatan (baca: memutus rantai virus corona) kita sanggup dan tidak keberatan sama sekali menjaga jarak dengan orang lain, asanya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mentaati perintah agama. Selain kita menutup aurat, kita juga harus menjaga jarak. Ada atau pun tidak ada virus. Walaupun jaga jarak disini sekarang berarti kita harus membuat hijab (baca: tabir/dinding) dari pandangan yang akan menjerumuskan. Sedangkan cara-cara beribadah, misalnya, kembali ke aturan agama seperti semula.

Kemudian untuk hal cuci tangan, setidaknya sejak saya usia SD, saya sering mendengar istilah "Kebersihan sebagian dari Iman". Itu saya artikan semakin tinggi keimanan seseorang maka semakin besar lah perhatian dia terhadap kebersihan.  Betapa tidak dalam agama yang saya anut, setiap kita mengerjakan ibadah kita wajib dalam keadaan suci dengan cara berwudhu, terutama sebelum mengerjakan ibadah lima waktu. Sebelum membaca Al-Qur'a  pun kita dianjurkan untuk berwudhu terlebih dahulu walaupaun tidak bersifat wajib.

Selama pandemi kita dianjurkan untuk mencuci tangan setelah melakukan aktivitas apa paun. Bahkan kantor-kantor pemerintah maupun swasta diwajibkan untuk menyediakan sanitizer untuk keperluan tersebut, selain menyediakan air tentunya. Setelah pandemi mulai berkurang kebiasaan ini masih terbawa oleh sebagian besar masyarakat sampai saat ini.

Yang tidak kalah penting, ketika manusia dalam keadaan tertekan maka kekuatan mereka akan berlipatganda. Ketika pandemi menghantam memang sebagian besar masyarakat banyak dirugikan karena kehilangan pekerjaan dan penurunan pendapatan sampai kehilangan pemasukan sama sekali. Tapi banyak diantara mereka yang menemukan dunia baru yang tidak terfikirkan sebelumnya. Karena didesak kebutuhan, otak mereka berfikir lebih keras dan lebih kreatif. Hasilnya, banyak yang bisa menemukan bidang baru, dari pekerjaan secara virtual sampai membangun bisnis baru. Mereka yang bisa mengalir dengan sungai perubahan  dan  yang bisa bergerak seirama dengan musik yang dimainkan, akan survive dan mungkin bisa menemukan dunia  baru yang jauh lebih baik dari yang mereka bayangkan, katakan lah lebih baik dari  waktu normal sebelum pandemi menyerang.

Begitulah, Allah telah menentukan takdir dan kita lah yang harus merubahnya. Tak ada yang sia-sia dari setiap peristiwa. Allah berulang kali memerintahkan kita untuk menggunakan akal kita. Menurut tafsir.com, ada 71 ayat bertag "perintah untuk berfikir" dalam Al-Qur'an ,yang diantaranya "...Afalaa tatadakkaruun (Al-An'am:32)". ...Maka apakah kamu tidak dapat  mengambil pelajaran (daripadanya)?

Senin, 15 Agustus 2016

Jebakan Betmen ala INDOSAT

Pada tanggal 4 Agustus 2016, ditengah tengah rutinitas kerja di kantor, HP saya bunyi. Setelah saya lihat ternyata panggilan dari indosat. Sudah lama sekali saya tidak dihubungi provider layanan GSM yang saya sudah pakai lebih dari empat tahun ini. Mungkin saya akan dapat hadiah atas “loyalitas” saya pada indosat. Paling tidak sepeda motor atau gadget kelas menegah gitu! Ngarep dot com.
Setelah tersambung terdengarlah suara merdu khas wanita di ujung sana. Ternyata betul, si suara merdu ini mengabarkan bahwa Indosat memberikan penawaran spesial atas “loyalitas” saya sebagai pengguna layanannya. Tapi bukan motor atau gadget kelas menengah, apalagi gadget kelas tinggi. Suara merdu itu menawarkan kuota data dengan harga special pake telor. Tidak gratis, Cuy!
Ada tiga paket kuota yang ditawarkan: 1,5 G, 4 G, dan 3 G dengan rentang masa aktif yang berbeda beda. Setelah pertimbangan (setengah) matang saya mengambil yang 3 G dengan alasan masa aktif yang panjang dengan harga di bawah Rp 50 ribu, tepatnya Rp 49 ribu rupiah. He he he…
Setelah pilihan dikunci rapat, suara merdu itu mengucapkan terimakasih dan blah blah blah blah bah blah. Selanjutnya lenyap dari pendengaran. Beberapa menit kemudian nada suara SMS berbunnyi dan setelah dibuka, di layar hp tertulis seperti di gambar  hasil screen shot di bawah ini.
sms indosat 1.jpg
Dan seteleh saya cek pulsa, Rp 49 ribu sudah terpotong. Mulailah saya dengan penuh suka cita, menggunakan kuota dari indosat ini. Alhamdulillah dapat kuota dengn harga dibawah harga normal, walaupun kalau dibandingkaan dengan harga kuota normal salah satu operator lain, harga special tawaran indosat ini masih lebih mahal.
Hari berikutnya tanggal 5 Agsutus 2016, SMS tawaran special lagi dari Indosat seperti screen shot do bwah ini. Tanpa pikir panjang saya ketik “YA” ke 929. Tidak lama kemudian ada notfikasi paket sudah aktif. Sekarang sayaa punya 4 G, 3 G untuk 90 hari dan 1 G untuk 7 hari. bejibun lah kuota saya. Waktunya panjang lagi!
SMS indosat 2.jpg
Singkat cerita sekarang sudah tanggal 12 Agustus 2016. Masa tujuh hari sudah lewat. Ketika saya ek kuota, di layar tertera angka 2,5 G lebih kuota tersisa. Kuota segitu untuk saya bisa untuk lebih dari dua bulan.
Angin cerita  berubah pada tanggal 13 Agustus 2016 pagi. Ketika saya cek hp saya, ternyata ada sms notifikasi dari indosat yang masuk, dan isinya di luar ekspektasi saya. Saya masih punya waktu dua bulan lebih kan untuk kuota sisa 2,5 G lebih saya?
SMS INDOSAT 3.jpg
Saya belum percaya 100 persen dengan isi sms itu. Saya fikir mungkin ini kesalahan system, atau ada staff indosat yang senang bercanda, dan pagi itu saya yang jadi korban candaan nya. Maka dari itu dan ini, saya cek kuota saya dan, dan cek lagi, dan cek lagi. Ternyata….kuota internet saya nol  kecil. Knapa nol kecil bukannya nol baesar? Kecil atau besar tidak merubah apa pun. Sama sama tidak ada nilainya! Itu artinya kalo terus saya menggunakan layan internet maka pulsa di nomor indosat saya, 081519319***, akan terpotong dan tercabik cabik. Dengan sangat terpaksa saya menghubungi layanan suara dari indosat di 185.
Lho, kok terpaksa? Siapa yang maksa?
Pertama, yang memaksa adalah keingin tahuan dan kekecewaan saya terhadap provider ini. Dan sebagai catatan, ini bukan kekecewan saya yang pertama terhadap indosat. Waktu itu Indosat belum kawin dengan ooredoo. Pada episode partama itu saya juga menulis di blog ini dan saya posting juga di kompasiana sampai dua tulisan.
Yang kedua, saya terpaksa karena saya tahu bahwa saya akan dikecewakan lagi dengan jawaban yang akan dieberikan Indosat.
Sudah tahu akan dikecewakan tapi gobl** nya saya tetap melakukannya. Terpaksa!
Dengan amarah yang meluap seperti Bengawan solo di musin hujan, saya hubungi 185. Suara yang mungkin merdu itu menjawab panggilan saya.
Mungkin mardu? Ya, mungin merdu suara wanita itu, tapi karena saya sudah deposit perasaan keacewa saya, bagaimana pun suara nya tetep tidak mengenakan di telinga.
Saya sampaikan kepada penerima tetefon kronologis yang saya alami dengan layanan indosat. Tidak banyak kesulitan karen saya didukung data, dan saya masih ingat betul pelajaran menulis naratives in cronologiclal order ketika di SMA dulu.
Penjelasan si pemilik suara yang mungkin merdu itu adalah, kurang lebih, kurang tahu apakah kurang atau lebih nya, bahwa Ketika saya mengkatifkan penawaran paket kuota nelepon sepuasnya+1 G untuk satu minggu, maka kuota terdahulu yang 3 G itu diakumulasikan dengan kuota baru. Total 4 G. Dan waktu aktifnya mengikuti yang baru, 7 hari. Jadi bukan 3 G untuk 90 hari dan 1 G untuk 7 hari!
Jadi apa yang salah dengan ketentuan seperti itu?
Tidak ada yang salah sama sekali kalau saya diberi tahu ketentuan itu seperti hal nya saya diberi tahu dengan ketentuan tiga pilihan penawaran jumlah kuota berbeda dengan masa aktif yang berbeda pula.
Dan kalau ada informasi jelas dengan ketentuan lebih dari satu jenis kuota aktif, dengan pasti saya tidak akan membeli kuota 1 G untuk 7 hari itu walaupun harganya cuma 7 ribu aperak. 3 G untuk 90 hari sebetulnya lebih dari cukup bagi saya karena dari pagi sampai waktu magrib saya di kantor dengan fasilitas WIFI. Dan pemakaian normal kuota saya kurang dari 1 G per bulan.
Jadi apa yang saya pelajari ari peristiwa ini?
Pertama, saya terlalu bodoh untuk percaya begitu saja dengan operator yang sebelumnya pernah mengecewakan saya. Score 2-0 untuk Indosat.
Saya fikir dengan berjalan nya waktu Indosat akan lebih peka terhadap customer nya, dan lebih elegan dalam berjualan. Tapi ternyata dulu dan sekarang sama saja! Customer adalah customer. Kalau masih bisa disiasati kenapa tidak?
Kedua, bagi saya tawaran dobel Indosat adalah JEBAKAN BETMEN. Menggiurkan tapi selanjutnya memperosokan customer ke dalam jurang kekecewaan terdalam dengan sukses. Seperti yang terjadi pada saya. Bukannya 3 G untuk 90 hari dan 1 G untuk 7 Hari tapi 1,5 G untuk 7 hari dengan harga 57 ribu karena ada 2,5 G yang hangus. Eit…jangan lupa biaya panggilan saya ke 185 Rp 400!
Cuma Rp 400 saja diomong omong. Iya, kalau Cuma Rp 400 kenapa INDOSAT mengenekan biaya segitu, Cuma Rp 400?
Selanjutnya, kalau memang INDOSAT betul betul betul (Upin style) bermaksud memberi penghargaan kepada pelanggan yang telah memakai nomor yang sama lebih dari sekian tahun, dan bermaksud member dua paket berbeda, maka seharusnya mereka memberikan tawaran yang 1 G untuk 7 hari terlebih dahulu, kemudian sehari selanjutnya menawarkan paket 3 G dengan masa aktif 90 hari sehingga pelanggan tidak akan merasa terkena yang namanya jebakan betmen ala indosat. Mission impossible!
Seperti yang saya sampaikan kepada penerima telefon dari Indosat, pagi tgl 13 Agustus 2016 sekitar jan 8.30 pagi itu, bahwa uang sejumlah di atas tidak ada artinya bagi indosat tapi bisa berarti sesuatu bagi saya. Dan sebetulnya bukan jumlahnya yang jadi persoalan tapi cara lenyapnya tak sebanding dengan expektasi. Jauh panggang dari daging yang dipanggangnya! Mana bisa makan daging panggang?
Terahir, hati hati dengan JEBAKAN BETMEN ALA INDOSAT!

Rabu, 08 Januari 2014

Terimakasih Indosat



Akhirnya untuk yang kedua kalinya, dengan sangat terpaksa,  saya harus berhubungan kembali dengan salah satu operator fonsel terbesar nasional ini.

Setelah mendapatkan pengalaman luar biasa yang mengakibatkan lenyapnya beberapa recehan sekitar November 2012, saya hidup aman, tentram, bahagia, dan sejahtera sebagai pelanggan Indosat. Tanya kenapa? Karena saya hanya menggunakan fungsi dasar nomor Indosat seperti di jaman pra-sejarah, yaitu untuk panggilan dan SMS saja. Tidak lebih.

Untuk layanan internet? Saya menggunakan jasa operator lain, dan tak sekalipun saya mendapatkan masalah. Tak sekali pun pulsa saya tergerus begitu saja tanpa saya mendapatkan manfaat apa-apa.

Karena digunakan untuk telefon dan sms saja,dan itu pu n dilakukan sangat jarang, pulsa nomor Indosat saya sering tak terpakai dan membengkak. Nggak banyak-banyak amat, sih, tapi kan sayang kalau tak termanfaatkan!

Ahirnya pada bulan November 2013, saya gunakan pulsa yang tersisa untuk registrasi langganan bulanan kuota internet Indosat. Tarif hemat Rp 25.000 per bulan. Dan saya menggunakan layanan ini tanpa masalah, kecuali sinyal yang sering tak bersahabat. Itu saya anggap normal.

Pada tanggal 21 Desember 2013 sekitar jam tiga-an adalah waktu untuk perpanjangan langganan. Beberapa kali notifikasi memberitahukan tantang waktu perpanjangan itu.

Setelah waktu perpanjangan lewat, tidak ada notifikasi yang memberitahukan berhasil tidaknya proses perpanjangan. Untuk memastikan, langsung saya cek pulsa, dan pulsa saya telah terpotong Rp 25.000. Lalu saya cek kuota internet, dan di layar muncul informasi bahwa kuota internet saya sudah penuh, 600MB+bonus5,4GB.

Dalam hati saya berfikir, “Hebat juga Indosat. Main potong saja Tanpa pemberitahuan apa pun setelah nya.”

Oh ini barangkali karena system indosat sudah beberapa langkah lebih maju, lebih canggih. Tidak masalah! Yang penting saya bisa menggunakan jasa ini tanpa masalah dengan harga yang telah saya bayar.

Selanjutnya, untuk memastikan, saya mulai browsing beberapa menit, kemudian saya cek lagi kuota internet saya. Di layar fonsel tertulis, “…Sisa kuota data anda 599.0MB. dan bonus kuota (jam01:00-09:00) anda 5.40GB…”

Untuk sementara semua terkendali dan normal! Walau tanpa ada pemberitahuan perpanjangan, status langganan saya sudah jelas.

Pada hari berikutnya tanggal 22 Desember 2013 dini hari sekitar jam tigaan, saya terbangun, dan  setelah melakukan beberapa hal saya tidak bisa kembali tidur. Ahirnya saya browsing dengan hp saya. Di antaranya saya menikmati youtube.

Setelah beberapa lama tiba tiba layanan internet berhenti, proses loading tidak juga berhasil. Beberapa kali saya coba tetap tidak berhasil padahal indikator  sinyal data penuh.

Kalau kuota bonus saya, yang 5.40GB, sudah habis dalam beberapa menit saja itu tidak masuk logika saya. Sebelum perpanjangan layanan saja dalam sebulan kuota bonus yang tidak terpakai lebih dari 2.7GB. Ada apa ini? Ada apa ini? Ada apa ini?

Ahirnya saya cek sisa kuota data saya, dan yang mengejutkan dan bikin saya terkekeh-kekeh, di layar terbaca, “Maaf anda belum terdaftar di paket internet Indosat. Ayo segera daftar…”  

Tidak mungkin! Pasti ini ada kesalahan, atau mata saya sekarang perlu kacamata?

Untuk memastikan, saya cek pula sisa pulsa saya. Dan, Darrrr,! Di layar tertulis bahwa pulsa saya tersisa Rp 590, padahal sebelum browsing pulsa masih Rp 24000-an. Ahah! Betul-betul ruarrrrr binasa!

Pada hari itu, tanggal 22 Desember 2013, saya terus menerus cek kuota data saya karena ingin memastikan bahwa yang saya baca di layar ada kesalahan, dan saya berharap saya akan membaca apa yang ingin saya lihat.

Total saya cek tujuh kali hari itu, dan tujuh kali pula nomor 363 minta maaf dan memberitahukan bahwa saya belum terdaftar di paket internet indosat.

Kecewa tinggal kecewa, gondok tinggal gondok, tapi saya harus berbuat sesuatu. Walaupun mungkin tidak akan ada konpensasi terhadap kerugian saya, minimal saya bisa memuaskan dahaga kepenasaran saya terhadap apa yang gerangan terjadi.

Mengingat pengalaman tahun lalu yang tidak berbuah hasil, saya jadi enggan menghubungi nomor 100 untuk mengadukan masalah saya. Tak ada gunanya. Saya berfikir, mungkin kalau datang langsung ke Indosat akan lebih menjamin keberhasilannya. Yang pasti tidak akan dibuat kesal dengan jawaban mesin tanpa bisa bicara dengan manusia beneran. 

Tekat saya sudah bulat telur (bukan bulat onde) untuk mendatangi langsung customer care Indosat. Setelah bertanya Kakek Gugel (bukan Kakek Cangkul) saya berhasil mendapatkan alamat terdekat, padahal jauh juga, sih, di Ruko Saladin, Margonda Depok.

Hari berikutnya tanggal 23 Desember 2013, setelah muter muter dan tanya sana sini, ahirnya ketemu juga, tuh, alamat, dan saya diterima dengan baik oleh Pak Alex.

Selanjutnya, sertelah di,minta, saya terangkan masalah saya, dan saya tunjukan pula isi sms dari indosat. Pak Alex mengecek isi sms itu dan mengetik tuts tuts keyboard untuk mengecek pula di komputernya.

Irit sekali dia mengeluarkan kata-kata, dan mata nya lebih terfokus ke layar komputer daripada kepada saya. Tak ada ungkapan-ungkapan empati terhadap masalah yang saya hadapi. Yang dia tekankan adalah Indosat akan berusaha melakukan yang terbaik untuk masalah yang saya hadapi, dan mengatakan bahwa indosat telah berhasil mengatasi masalah serupa minggu-minggu terahir ini. Yang kurang mungkin karena dia tidak menambah dengan kesaksian pelanggan dan tak ada statistik yang dia tunjukan. Weleh, ternyata banyak, yah, yang bermasalah dengan Indosat?

Untuk memacu dia agar berusaha menyelesaikan masalah saya, Saya ceritakan pula pada dia bahwa ini bukan pengalaman pertama. Saya juga mempunyai masalah dengan layanan internet Indosat setahun silam.

Dia hanya manggut-manggut tanpa komentar. NIHIL!  Kasihan, deh, Gua!

Beberapa menit kemudian, setelah dia menulis masalah saya di formulir yang judulnya formulir perubahan layanan, dia  meminta saya untuk tanda tangan dan meminta saya untuk menunggu telefon dari indosat dalam kurun dua hari kerja.

Eng ing eng…..

Saya tanya dia apakah nggak bisa menyelesaikan saat itu juga. Dia bilang tidak bisa karena dia hanya bisa menelusuri secara manual dan akan memakan waktu yang panjang dan belum tentu masalahnya ketemu. Nanti ada petugas lain yang akan menyelesaikan masalah saya. Dan kalau ditemukan dalam system bahwa ada kesalahan, dalam pemotongan pulsa, misalnya, maka pulsa itu akan dikembalikan kepada pelanggan.

Apa boleh buntet, nasi sudah jadi bubur dan tidak bisa dikembalikan lagi jadi nasi. Dan untuk dijadikan bubur ayam atau bubur menado pun nggak mungkin karena bubur sudah basi dan berbau.

Ternyata komplen lewat telefon atau datang langsung hasilnya keneh kehed.

Selanjutnya dia bertanya apakah ada masalah lain yang akan saya tanyakan?

Wew! Masalah pertama saja belum selesai, nanya pula!

Dan saya juga cukup mengerti bahwa itu bukan pertanyaan sunguhan. Itu artinya saya dipersilahkan dengan segala hormat untuk keluar dari ruangan.

Setelah saya katakan tidak ada hal lain yang mau saya tanyakan, saya bangkit menyalami dia dan mengucapkan terimakasih telah bersedia menerima saya.

Terakhir dia meminta kembali saya untuk menunggu telefon dari indosat dalam dua hari kerja untuk menangani masalah saya.

Menyelesaikan masalah saya? Menerima telefon dari indosat dalam dua hari kerja saja sudah akan menjadi hal yang luar biasa bagi saya.

Dari semua yang saya alami, sebagai pelanggan Indosat saya ingin beterimakasih pada Indosat. Anda sudah memberi banyak pelajaran berharga dalam hidup saya, diantaranya:
1. Anda melatih saya untuk lebih bersabar,
2. Anda mengingatkan saya untuk tidak berharap terlalu banyak pada apa pun dan siapa pun dalam keadaan bagaimana pun agar dapat meminimalisasi kekecewaan yang mungkin saya dapatkan, dan
3. Anda membuka mata saya bahwa, setidaknya sampai ketika tulisan ini dibuat,pelanggan anda selalu dalam posisi yang tidak menguntungklan. Acuan anda adalah system yang anda kembangkan. Ketika ada kesalahan dalam system dan pelanggan dirugikan secara materi dan atau non materi, itu bukan kesalahan anda. Sistem lah yang keliru!

Sekali lagi, TERIMAKASIH INDOSAT.





NB: Di bagian kedua tulisan, akan saya bagi pengalaman “menyenangkan” saya ketika dihubungi oleh Indosat (+62111).

Pengalaman saya sebelumnya dengan Indisat: 
http://isikepala-miftah.blogspot.com/2012/11/pengalaman-rruaaaar-biasa-sebagai.html  
http://isikepala-miftah.blogspot.com/2012/11/pengalaman-rruaaar-biasa-sebagai.html

Senin, 04 Februari 2013

Munggaran Arek Ngumbara


“Enjing rupina abdi bade ka Tangerang, teh, Ma.” Kuring ngamimitian cumarita ka nu jadi indung. Sabenerna mah opat poe ka tukang kuring narima berita katarima  gawe teh. Nya ditempatkeun na di Tangerang. Rek nyarita ka nu jadi kolot the meni beurat ku letah. Pangpangna mah ka Ema, da ka bapa mah asa leuwih gampang.

Beurat teh lain ku nanaon. Sok asa teu kuat lamun ningali Ema ngeclakeun cisoca. Da Ema, mah, kitu geuning, teu kaop aya kasedih sok tuluy carinakdak laju ngeclakeun cisosa. Ari kuring nya kitu tea, enya ge pangawak lalaki, lamun ninggali Ema sedih dibarung nangis teh sok kabawakeun sedih. Nu antukna ngilu ceurik.

Ema nu nuju ngilikan tutuwuhan di kebon nu sacangkewok kuloneun imah, teh ngareret ka kuring, teras nyarios semu nu kaget, “Haar, jadi Jang ka Tangerang teh?”

Saleresna mah Ema teu kedah kaget sabab Ema tos terang yen kuring teh aya kamungkinan ka Tangerang sabab kuring tos tos nyarios ka anjeuna, yen kuring siganamah rek ditempatkeun di Tangerang. Rupina mah anjeuna beurat ngaleupaskeun kuring ingkah ti lembur teh. Mun bisa mah meureun anjeuna hoyong kuring gawe teh di bandung we ngarah bisa didugdag ti Cimahi.

“Muhun, ma. Da geuning di bandung mah hese milarian damel, teh. Padahal abdi atos ngirim lamaran teu sakakedik. Mung teu aya nu nyanggut.”, Walon kuring bari leungeun katuhu ngaragamang kana tak-tak tengen Ema, aru sirah kuring diantelkeun kana tak-tak kiwa Ema.

Enya oge Tangerang teh teu pati jauh ti Cimahi atawa Bandung, tapi ieu mah pan lain lalakon nganjang sapoe dua poe, jeung lamun geus dumuk gawe diditu, moal bisa bulak balik ka bandung saminggu sakali. Dina onjoyna oge paling sabulan atawa dua bulan sakali.

Teu siga ayeuna naek mobil ti Bandung ka Jakarta bisa ngan ukur dua jam, paling elat tilu jam. Lamun ka Tangerang paling oge opat jam.  Da harita mah, ahir taun 90-an, can aya jalan tol, mun naek beus ka Jakarta atawa tangerang teh kudu ngaliwatan Puncak atawa  Purwakarta. Kadang kadang kudu muter ka Jonggol. Lamayan, pangpang namah, lamun liwat Jonggol, nepi ka tujuan teh tuur asa lalocotan, jeung bujur deuih asa ngandelan bakating ku lila teuing diuk dina korsi beus.

“Enya atuh jang, mun geus buleud paniatan mah, ku Ema diduakeun sing tinekanan cita-cita ujang. Engke diditu sing bisa mihapekeun maneh. Da di lain lain oge di lembur batur meureun di ditu teh!” ,saur ema bari cumalimba. Panangan na ngusapan sirah kuring. Siga ka budak we, da panginten meusing geus gede oge kanggo Ema mah, kuring teh tetep nu jadi anak.

“Muhun, Ma.”, Ngan sakitu nu kaluar tina biwir kuring. Rewuan kalimah nu rek kaluar teh  teu kebat da tikoro ngadak-ngadak nyelek, eungap.

Sawatara jongjongan Ema teu lemek teu nyarek. Ngan nginghak we nahan piceurikeun. Kitu deui kuring teu nyaho  naon nu kudu dikedalkeun. Teu nyaho naon nu kudu dilakukaeun.

“Diditu teh meureun kudu ngontrak, Jang? Sabarahaeun meureun piduiteun na oge. Eta Ujang aya duitna?”, saur ema  semu nu ngahariwangkeun ka kuring engke lamun geaus di pangumbaraan.

Ema mah sok surti lamun kuring keur suwung duit, teh. Ema sok naros siga kitu. Biasanamah ku kuring sok dijawab yen kuring boga diut sanajan loket geus kosong molongpong oge, tapi ema sok ngartos nyalira sanajan kuring ngomong aya oge sok golosor ngasongkeun duit nu ku kuring dibutuhkeun. Keur nambah nambah, basa na teh.

“Da disayogikeun Emes, Ma, diditu na oge. Malih mah ti Emes ka padamelan teh aya jemputan. Uih na dianteurkeun deuih.”, walon kuring hayang ngareugreugkeun hate nu jadi indung maksud, teh.

Ema narik napas panjang teras nyerangkeun ka jauhna, ka palebah kebon cengkeh lebah kulon bogana urang kota. Gararing tangkal cengkeh teh da teu pati diurus alatan harga cengkeh anu terus nyirorot. Eurih na ngajejembrung, jarocong satangtung budak.

Asa cikeneh basa eta kebon mimiti digawean, diratakeun jang melak cengkeh. Harita kuring karek kelas tilu atawa kelas opat SD. Bareng jeung babaturan sa umuran, aya oge ketah anu geus SMP tapi ulin na teh sok jeung bebenyit wae. Di antarana Kang Hadi anak pa Kandi almarhum jeung si Eno anaknya Bi Emin, Si Eno mah katelah na tek Si Emin Tetel. kuring maen bal dina luhureun jukut anu hejo ngemploh da tas rengse usum hujan harita teh. Asa genah rek aya kebon cengkeh teh, asa disadiakeun pangulinan.

Keur jongjon husu maen bal, ti lebah villa rentang-rentang Mang Jaka nyampeurkeun baru ngajinjing doran pacul butut, terus ngabuburak kuring sa batur-batur. Nu antukna kabeh nu keur maen bal lalumpatan nyalametkeun diri sewang sewangan.

“Ari keur sapopoe kumaha? Acan narima gajih apanan.”,  Ema nyusul tepus bari angger semu nu ngahariwangkeun nu jadi anak bisi teu bisa nyumponan kabutuhan sapopoe.

“Insya Allah, aya Ma. Da honor ngajar les teh sok disimpen sakedik-sakedikeun.” Jawab kuring.

Sanajan enya kuring ngajar les tapi da hasilna teu sabaraha. Tapi sanajan kitu dikeureuyeuh we bari sok pirajeunan nyimpen saperak dua perak mah bisi engke aya pangabutuh.

Ari Ema tara sugan punta penta atawa pirajeunan naroskeun panghasilan kuring. Da ku kitu na mah Ema oge surti panginten pagawean ngajar les mah teu sabaraha hasilna. Lamun kuring tas narima honor ngajar les ku kuring sok ditaros bilih Ema hoyong katuangan, boh martabak, boh roti bakar. Walerna teh, “Entong Ujang, Ema mah teu hayang nanaon. Anggur mah sing bisa ngeureut neundeun jang jaga bisi Ujang butuh .” Estuning boga indung teh tara ngahesekeun nu jadi anak.

Dina hiji waktu mah Ema, bari semu nu asa-asa, nyamperkeun ka kuring teras nyarios kieu, “Susuganan Ujang di Ujang aya. Bisa nginjeum heula Ema?” Padahal jumlah nu bade ditambut ku Ema teh teu sapira ngan ukur puluhan rebu rupia.

“Kaleresan Ema, aya yeuh. Bari na oge entong nambut sagala rupi. Upami Ema nuju peryogi mah anggo we”, walon kuring bari ngasongkeun jumlah duit nu diucapkeun ku Ema.“Cekap sakieu, Ma. Bilih kirang di abdi aya keneh ieu.”

“Cukup, Jang. Da butuh na oge sakieu.”  Waler Ema.

Teu kungsi saminggu ti harita, basa kuring keur maca Koran di tepas, Ema nyampeurkeun bari song ngasongkeun sababaraha lambar duit sapuluh rebuan. Pok na teh, “Yeuh, Ujang. Duit Ujang nu ku Ema dipake tea.”

“Naon ieu teh, Ema?” Walon kuring

“Enya duit ujang nu ku Ema diinjeum tea.’ Saur Ema bari gek calik dina korsi hoe gigireun kuring. Socana norobos jandela bablas kaluareun tepas. Di luar girimis leutik teu eureun eureun ngabasehan dadaunan terus ragrag ngeclak  kana taneuh hideung anu terus jadi kamalir leutik. Saterusna ngalir ka lebah kulon payueneun bumi Uwa Ace, leok ngidul muru bumi Aki Juju, leok deui ka lebah kulon kebat ka gulidagna solokan leutik gigireun sawah Ene Limah.

“Anggo we atuh Ma. Bari na oge abdi mah da teu rumaos nambutkeun.” Kuring nyoba-nyoba sangkan Ema kersa nyandak deui artos anu cikeneh diasongkeun ka kuring.

“Teu hade Ujang nampik rejeki teh. Sok we ku Ujang simpen bisi engke Ujang butuh.” Ema nolak kalayan ku cara anu bijaksana tapi semu maksa.

Eleh deet. Ku kuring duit ditampanan terus disimpen dina meja hareupeun kuring.

“Jam sabaraha isuk rek miang ka Tangerang, teh, jang?” Ema ngagerewahkeun lamunan kuring. Tina juru-juru socana nyurucud mutiara ngagenclang maseuhan raksukanana.

Asa teu wasa rek ngajawab teh. Beurat rek ninggalkeun Ema ka tempat nu rada jauh teh. Sasat kuring mah ti leuleutik tara lunta jauh lila lila. Dina enyana oge nyaba ka jauhna paling ngan sapoe dua poe.

“Enjing-enjing ma, kinten-kinten tabuh tujuh.” Kuring teu burung ngajawab.

“Enya atuh. Ku ema diduakeun sing salamet. Tong poho lamun geus nepi ka Tangerang ngirim surat ka dieu nya!” Waler Ema bari ngeukeuweuk leungeun kuring.

Enya Surat. Jaman harita mah dan acan usum sabangsaning SMS, komo WhatsApp, mah. Dina ayana oge  nu boga hp ngan jelema jegud hungkul. Lamun kelas cacah mah boga HP oge paling hayam pelung. HP harita ukuranana baradag, mun dotenggorkeun ka anjing ge pasti ngagaik terus kapaehan, sedengkeun hargana jutaan. Jaman harita ngan jelema beunghar hungkul nu wanoh jeung jumlah duit anu enol na leuwih ti lima.

Dina onjoyna paling pagawe kantoran jeung sababaraha urang babaturan di kampus baroga PAGER anu ngadaraplok dina beubeurna. Siga na teh asa pang gayana lamun nyandingkeun pager dina beubeur teh. Ari kuring? Teu pager, komo hp mah. Boga duit jang ongkos beus lamun indit ka kampus oge enggeus ngarasa sukur pisan.

Di tahun 1990-an mah, keur komunikasi jarak jauh kalolonbaanana ngan ngandelkeun surat make jasa kantor pos anu nepi na aya itungan poe, kalan-kalan aya kana itungan minggu. Cenah lamun aya berita anu kacida pentingna bisa make telegram. Henteu siga ayeuna HP pabalatak. Tinggal ngitung we sabaraha nguntup hargana, da ti harga saratus rebuan nepi ka puluhan juta oge aya ayeuna mah. Komunikasi jadi cepet jeung murah deuih.

“Insya Allah, Ma. Da sasih September oge abdi bade uih heula. Apanan bade diwisuda tea. Da ka kantor oge atos nyuhungkeun widi.” Jawab teh ngarah Ema teu melang teuing, da dua bulan deui rek balik heula da kuring teh acan diwisuda sanajan geus beres kuliah ge.

Ngong ti masjid sora adan meni ngagalindeng ngajak jalama anu ngaku ngabogaan iman ngahadep seheulaanan ka anu murbeng alam.
 
“Jung geura wudu, Ujang. Geus magrib geuning. Engke tas solat Isya terus istirahat nya, ngarah isuk teu kabeurangan.” Saur Ema bari lalaunan ngalesotkeun pananganana kebat ka sumur bade abdas.

Ba’da solat isya kuring nyarios deui  sareng Bapa katut Ema. Eusi cariosan bapa teu tebih sareng cariosan Ema. Ngan dina nyariosna bapa mah langkung teger, anu tembahna matak ngareugreugkeun kana hate kuring. Aya embohna, Bapa mepelingan sangkan kuring teu mopohokeun solat jeung sabisa-bisa kudu ningkatkeun ibadah. Ema, mah, teu patos nyarios da panginten tos cekap tadi sonten. Dina nyarios na oge sok bari nginghak. Sakali sakali Ema neuteup beungeut kuring siga anu namplokeun ka sono pedah isuk kuring rek ngajugjug tempat anu rada jauh dina waktu anu rada lila. Duka sabaraha lila.

Saatos nyarios sareng Ema katut Bapa, kuring laju ka enggon, terus ngagoledag dina dipan kai  bari neuteup lalangit nu harideung balas ka baseuhan ci hujan anu maksa norobos sela sela kenteng anu ngageser, jeung rangasu hasil gawe lancah anu minuhan juru lalangit. Pitunduheun mah teuing kamana leosna.

Isukan pasosore, kuring bakal aya dina jarak leuwih ti saratus kilometer jauhna ti lembur tempat bali geusan ngajadi.

Ema, Bapa, ku abdi didoakeun sing sehat saditinggalkeunana ku abdi enjing. Entong melang, tong hariwang da abdi oge moal hilap ngalongokan Ema sareng Bapa. Sing tenang, apan masih aya lanceuk-lanceuk anu baris ngarencangan Ema sareng Bapa didieu.

Tangerang… kuring datang.